Friday, August 29, 2014

Pesta (belum) Usai!

Melanggengkan Semangat Ramadhan dan Piala Dunia 


Dalam kurun waktu dua bulan terakhir ini, kita, rakyat Indonesia pada umunya dan umat muslim di Indonesia pada khususnya disuguhkan dengan tiga momen besar. Ketiga momen besar itu yaitu Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014, Bulan Ramadhan 1435 H, dan Piala Dunia 2014. Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden dilangsungkan pada tanggal 9 Juli 2014. Bulan Ramadhan 1435 H yang merupakan bulan penuh berkah bagi umat muslim yang di dalamnya ada kewajiban berpuasa selama satu bulan penuh baru saja berakhir satu bulan yang lalu ditandai dengan datangnya Idul Fitri 1 Syawal 1435 H yang di Indonesia juga diwarnai dengan tradisi mudik ke kampung halaman. Momen besar lainnya adalah Piala Dunia 2014 yang berlangsung di Brazil yang merupakan gelaran terbesar dalam gemerlapnya dunia sepakbola, tempat berkumpulnya pemain-pemain terbaik dari negara-negara terbaik di bawah polesan pelatih-pelatih terbaik untuk meraih tahta tertinggi dalam percaturan sepakbola. Pada tahun ini, ketiga even tersebut berlangsung pada waktu yang hampir bersamaan atau beririsan. Awal Ramadhan 1435 H datang saat Piala Dunia memasuki fase knock-out di babak 16 besar. Final Piala Dunia berlangsung saat Ramadhan sedang setengah jalan atau mulai memasuki pekan ketiga. Sedangkan Pilpres dilangsungkan pada pekan kedua Ramadhan dan saat Piala Dunia memasuki babak semifinal.

Sekarang, ketiga even itu sudah berlalu dari hadapan kita, terlepas dari bagaimana hasilnya.  Dengan berlalunya ketiga even itu, maka denyut kehidupan sebagian besar dari kita secara berangsur akan kembali normal lagi. Masyarakat yang tadinya terbelah saat Pilpres dan terbagi saat Piala Dunia sesuai tim yang didukungnya, akur kembali ketika saling bersilaturahmi dan berma'af-ma'afan di Hari Raya. Mereka yang tadinya begadang atau bangun malam karena ingin menonton siaran langsung Piala Dunia dan sahur bersama keluarga, kini kembali ke aktivitas normal lagi, walaupun masih banyak umat muslim yang melanjutkan kebiasaan menjalankan puasa sunnah. Peristiwa-peristiwa dan momen-momen besar tersebut sudah berlalu, lantas apa yang tersisa dari peristiwa-peristiwa besar itu? Sebagai orang cerdas, tentunya kita tidak akan membiarkan peristiwa-peristiwa besar itu berlalu begitu saja tanpa mampu mengambil hikmah dan pelajaran yang mendalam.

Dengan mengesampingkan sementara Pilpres yang merupakan pembahasan yang agak sensitif saat ini, kita dapat mengambil hikmah dan pelajaran dari Ramadhan dan Piala Dunia, salah satunya dengan menarik beberapa persamaan dari kedua peristiwa tersebut. Sejatinya, kedua peristiwa akbar ini memang tidak berhubungan setidaknya secara langsung. Ramadhan jelas merupakan bulan yang penuh berkah bagi orang beriman. Ia adalah bulan penuh rahmat dan ampunan. Ia juga adalah bulan diturunkannya Al Qur'an dan bulan dimana terdapat Lailatul Qadr, yaitu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Ramadhan adalah bulan dimana orang-orang beriman diwajibkan berpuasa selama satu bulan penuh dan menjalankan ibadah-ibadah lainnya yang dengannya orang-orang yang menunaikannya diharapkan dapat menggapai predikat taqwa. Sedangkan Piala Dunia adalah bulannya sepakbola. Pemain-pemain terbaik, tim-tim terbaik, dan pelatih-pelatih terbaik berkumpul di Brazil untuk memperlihatkan kebolehannya dengan tujuan meraih Piala Dunia.  Kita yang berada jauh dari tempat penyelenggaraan turut terjangkit demamnya dengan mendukung tim kesayangan dan mengikuti pertandingan-pertandingannya lewat layar kaca.

Secara kasat mata memang kedua ajang ini bisa dibilang tidak berhubungan atau bahkan ada yang mengatakan bertolak belakang. Bagi orang-orang yang beriman, bulan Ramadhan adalah bulan untuk memperbanyak amal dan ibadah, sedangkan menonton dan mengikuti perkembangan Piala Dunia dianggap sebagai perbuatan yang sia-sia. Walaupun berbeda, tidak ada salahnya bila kita mencoba menarik hikmah dan pelajaran dengan cara menarik beberapa persamaan dari keduanya.  Tujuannya tentu saja bagaimana kita bisa mengambil manfaat darinya agar kita dapat memperbaiki diri kita untuk menjadi lebih baik lagi. Dalam sebuah haditsnya, RasuluLLAH SAW bersabda, "Hikmah adalah milik muslim yang hilang, dimana saja dia menemukannya, maka ia berhak mengambilnya." (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Semua peristiwa dalam kehidupan kita, tidak terkecuali sepakbola memiliki hikmah yang mendalam bagi kita kalau kita mau merenunginya.  Suka tidak suka, mau tidak mau, sepakbola sudah menjadi olahraga paling populer di muka bumi ini, sehingga tidak ada salahnya kita mengikuti perkembangan sepakbola, asalkan tidak berhenti hanya sampai pada fanatisme sempit semata (sekedar mendukung pemain atau tim tertentu), tapi harus bisa mengambil hikmah dari setiap kejadian seputar sepakbola.  Banyak nilai-nilai positif dalam sepakbola yang bisa kita tarik dalam kehidupan nyata dan dapat kita jadikan sebagai bahan inspirasi dan motivasi bagi kita demi pengembangan diri kita.

Untuk itu, kali ini, kita coba membedah beberapa persamaan Ramadhan dengan Piala Dunia. Persamaan yang pertama adalah bahwa kedua ajang itu menjadi ajang pembuktian. Piala Dunia yang merupakan gelaran paling akbar di dunia sepakbola menjadi ajang pembuktian bagi seorang pemain bahwa mereka adalah pemain hebat, pembuktian bagi seorang pelatih bahwa dia memang pantas menangani tim nasional sebuah negara dan pembuktian bagi sebuah negara bahwa mereka mampu menorehkan prestasi di ajang sepakbola internasional. Semua pemain sepakbola akan mempertaruhkan segalanya demi bisa bermain di Piala Dunia. Tapi tidak sembarang pemain, pelatih, atapun negara boleh tampil disana. Sejak empat tahun sebelumnya mereka harus berjuang keras melewati babak kualifikasi untuk membuktikan bahwa mereka memang pantas tampil di putaran final Piala Dunia, terkecuali tuan rumah yang otomatis lolos. Mereka semua yang tampil di Piala Dunia sudah melewati seleksi yang ketat. Itulah mengapa sebabnya Piala Dunia selalu menjadi pusat perhatian dunia. Pemain terbaik, pelatih terbaik, dan negara terbaik berkumpul dalam satu ajang untuk membuktikan, siapa yang terbaik di antara mereka.

Tampil apik di Piala Dunia akan membuktikan kepada orang banyak akan kemampuan seorang pemain. Lionel Messi merasa gerah karena belum mampu mengantarkan negaranya meraih trofi Piala Dunia, hal yang membuat orang masih saja menempatkan Messi di bawah bayang-bayang Maradona, walaupun dia sudah empat kali menyabet gelar pemain terbaik dunia dan sudah meraih semua gelar tertinggi di level klub. Hampir mirip dengan apa yang dialami Cristiano Ronaldo yang kerap dikritik karena tidak kunjung mampu memberikan yang terbaik ketika membela panji Portugal. Neymar ingin membuktikan bahwa dia mampu menanggung beban berat dengan memimpin rekan-rekannya mempersembahkan Piala Dunia di hadapan para pendukungnya. Para pemain Inggris juga ingin terus membuktikan bahwa mereka mampu tampil baik dan kompak bagi negaranya dan lepas dari rivalitas di level klub.  Belanda dan Italia ingin membuktikan bahwa dengan bekal pemain-pemain muda mereka bisa melaju jauh. Tim-tim kuda hitam macam Meksiko, Kolombia, dan Kostarika ingin membuktikan bahwa mereka bisa menghadirkan kejutan. Begitu juga, semua pemain akan memberikan kemampuan terbaik yang mereka punyai. Tujuannya selain untuk mengantarkan negaranya melaju sejauh mungkin dan meraih gelar juara, juga agar mereka mendapat jaminan tempat di dalam skuad tim nasionalnya yang pada akhirnya akan membuat mereka dilirik oleh tim-tim besar atau minimal menaikkan nilai tawar mereka di hadapan klubnya saat ini. Kemeriahan, kemegahan, dan gengsi Piala Dunia memang benar-benar menjanjikan sensasi luar biasa yang menjadi daya tarik tersendiri bahkan bagi seorang pemain bintang. Oleh karenanya, ketika seorang pemain absen baik karena cedera, seperti Radamel Falcao (Kolombia) dan Marco Reus (Jerman) atau karena negaranya tidak lolos ke putaran final Piala Dunia, seperti Zlatan Ibrahimovic (Swedia), atau juga karena tidak dipanggil oleh sang pelatih, macam Carlos Tevez (Argentina), maka pemain tersebut akan merasakan kekecewaan yang mendalam.

Begitu juga dengan Ramadhan, dia menjadi ajang pembuktian bagi orang yang mengaku beriman. Orang-orang yang mau melaksanakan ibadah puasa adalah orang-orang yang terpilih dari seleksi yang ketat, itulah mengapa panggilan ALLAH untuk berpuasa di bulan Ramadhan hanya ditujukan bagi orang-orang beriman, karena tidak semua orang yang mengaku muslim mau mendengarkan perintah untuk berpuasa. Orang-orang yang mengaku muslim ditantang untuk membuktikan diri di hadapan Tuhannya, apakah memang keimanannya benar-benar murni hanya kepada ALLAH, atau keimanannya hanya sampai di lisan saja, atau justru keimanannya hanya ketika dilihat orang lain, karena puasa adalah ibadah dimana hanya orang yang melaksanakannya dan ALLAH saja yang tahu. Orang-orang yang beriman merasa senang dengan kewajiban berpuasa dan akan menjalankannya dengan penuh kekhusyu'an. Mereka akan tertantang untuk memberikan ibadah-ibadah dan amalan-amalan terbaik selama bulan Ramadhan. Tujuannya tentu saja mengharapkan ampunan, rahmat, dan pembebasan dari api neraka dari ALLAH SWT.  Orang-orang beriman yang mau berpuasa tapi tidak mampu karena uzur syar'i seperti sakit atau karena sudah tua sehingga badan tidak sanggup lagi untuk berpuasa akan merasakan kekecewaan yang mendalam.

Persamaan yang kedua yaitu, bahwa kedua even tersebut berlangsung selama 1 (satu) bulan penuh atau kurang lebih 30 (tiga puluh) hari. Piala Dunia kali ini berlangsung selama 32 (tiga puluh dua) hari, sedangkan Ramadhan tahun ini berlangsung 29 (dua puluh sembilan) atau 30 (tiga puluh) hari.  Ada apa dengan 1 (satu) bulan atau 30 (tiga puluh hari)? Sebuah perilaku yang apabila dilakukan secara terus-menerus akan menjadi sebuah kebiasaan. Selanjutnya, sebuah kebiasaan yang secara kontinyu dilakukan akan mengkristal menjadi sebuah karakter, dan waktu tiga puluh hari adalah waktu yang pas untuk membuat suatu kebiasaan. Saat Piala Dunia di Brazil tempo hari yang berarti di negeri kita ini disiarkan antara pukul 22.00 sampai jam 05.00 WIB, kita dibiasakan untuk begadang atau bangun pada dinihari setelah terlelap di malam hari, dan untuk membantu mata agar kuat melek mungkin kita membiasakan diri minum kopi atau makan cemilan walaupun tadinya tidak terlalu suka.  Pun dengan kebiasaan bangun kesiangan yang menyebabkan seringnya terlambat datang ke kantor atau sekolah karena habis begadang. Bagi penggila bola yang tentunya berusaha untuk tidak melewatkan satu pertandingan pun, kebiasaan ini tidak mudah untuk dihilangkan.  Setelah Piala Dunia usai kita masih terbiasa bangun di malam hari walaupun sebenarnya tidak ada niatan untuk bangun malam.  Nah, kita bisa memanfaatkan kebiasaan bangun di tengah malam ini untuk mengerjakan shalat malam dan kegiatan-kegiatan lainnya yang lebih efektif kita kerjakan di dalam sepinya malam, seperti menulis atau membaca misalnya.

Demikian halnya dengan Ramadhan. Selama bulan Ramadhan kita dirangsang untuk melaksanakan ibadah yang bervariasi sebanyak-banyaknya dengan balasan pahala yang berlipat ganda.  Selain puasa, kita juga sangat dianjurkan untuk mengisi bulan Ramadhan dengan memperbanyak shalat sunnah (qiyam), membaca dan mempelajari Al Qur'an, menunaikan zakat, serta memperbanyak infak dan sedekah, berbagi dengan sesama seperti menyediakan makanan berbuka dan sahur, sampai melaksanakan i'tikaf di sepuluh hari terakhir.  ALLAH menjanjikan akan melipatgandakan pahala-pahala dari semua amal ibadah itu, harapannya, setelah melakukan secara rutin selama satu bulan, amal-amal tadi tetap akan diamalkan setelahnya tanpa terlalu memikirkan berapa besarnya ganjaran yang akan diperoleh karena telah menjadi habit. Jadi, apa yang kita tanam di bulan Ramadhan lalu, akan menjadi kebiasaan kita setidaknya selama satu tahun ke depannya sampai bertemu lagi dengan Ramadhan berikutnya dan begitu seterusnya.

Dalam lingkup yang lebih luas, kebiasaan-kebiasaan positif lainnya bisa kita bentuk dengan setidaknya berusaha keras untuk melakukannya secara kontinyu di satu bulan pertama.  Memang memerlukan energi yang besar dan keteguhan tekad pada awalnya, tapi setelah satu bulan terlewati kita akan lebih merasa ringan untuk melanjutkan kebiasaan itu.  Begitu juga dengan kebiasaan buruk, bisa kita hilangkan dengan berjuang keras menghindarinya selama satu bulan.  Seperti kita yang ingin berhenti merokok misalnya, bisa mencobanya dengan 'memaksakan diri' berhenti selama satu bulan, dan setelah melewati kurun waktu tersebut, niscaya keinginan untuk merokok sudah jauh berkurang.  Selanjutnya tinggal kekuatan niat dan kebulatan tekad kita untuk menghentikan kebiasaan itu.

Persamaan yang terakhir adalah kedua ajang ini sama-sama memunculkan pemenang. Piala Dunia edisi kali ini memunculkan Jerman sebagai pemenang. Bastian Schweinsteiger, dkk. mempecundangi Argentina lewan gol tunggal Mario Gotze di babak kedua perpanjangan waktu.  Gelar itu merupakan gelar keempat Jerman (termasuk ketika masih bernama Jerman Barat) sekaligus mencetak sejarah menjadi tim Eropa pertama yang mampu meraih tahta di Amerika Latin. Selain Jerman, beberapa tim lain seperti Belanda, Kostarika, Kolombia, bahkan Argentina sendiri dianggap berhasil walaupun tidak meraih gelar juara, dikarenakan mereka mampu melampaui target yang dicanangkan dan melebihi ekspektasi para pendukungnya.  Dalam hal ini mereka juga adalah pemenang.

Ramadhan juga melahirkan pemenang. Pemenang di bulan Ramadhan adalah mereka yang berpuasa dan menunaikan ibadah-ibadah lainnya, serta melakukan amal-amal sholeh dengan penuh keimanan dan 'ihtisaban (beribadah dengan selalu mengharap pahala dari ALLAH SWT).  Dan ada lagi pemenang sejati Ramadhan yaitu orang-orang yang mampu mengaplikasikan apa yang dia kerjakan di bulan Ramadhan dalam kesehariannya pasca-Ramadhan.

Selain memunculkan pemenang, kedua peristiwa besar ini juga melahirkan pecundang. Italia, Inggris, Spanyol, dan tuan rumah Brazil harus rela jadi pecundang pada gelaran Piala Dunia kali ini.  Kelelahan, kejenuhan, minimnya pengalaman, bahkan sampai perasaan menganggap remeh lawan menjadi penyebab jebloknya prestasi mereka kali ini. Pecundang di bulan Ramadhan adalah orang-orang yang mengaku muslim dan mengaku beriman dengan lisannya tapi tidak mau berpuasa, apalagi melaksanakan ibadah-ibadah lainnya. Mereka benar-benar tidak terpanggil untuk melaksanakan ibadah puasa dan ibadah lainnya baik dalam keseluruhan bulan Ramadhan ataupun sebagiannya tanpa adanya uzur syar'i. Orang-orang kalah lainnya adalah orang-orang yang menginjak gas penuh pada awal-awal Ramadhan tapi kendor di tengah perjalanan, dan melemah justru ketika mendekati garis finis, bahkan ada di antara mereka yang menganggap Ramadhan sudah usai sebelum waktunya, yaitu ketika RasuluLLAH SAW menganjurkan untuk menghidupkan sepuluh hari terakhir (Ihyau 'asyrul awakhir Ramadhan), tapi mereka malah berlomba-lomba dalam membeli pakaian baru atau membuat kue-kue dan hidangan-hidangan lainnya untuk berlebaram, sampai-sampai melupakan shalat, sedekah, apalagi i'tikaf. Terkadang sampai melewatkan puasa yang merupakan ibadah inti di bulan Ramadhan itu sendiri.

Termasuk yang manakah kita? Tanpa perlu men-justifikasi orang lain, kita bisa meng-evaluasi diri kita sendiri apakah kita termasuk pemenang ataukah justru termasuk ke dalam golongan orang-orang yang kalah.  Syukur kalau kita bisa menjadi seorang pemenang sejati yang mampu mengaplikasikan apa yang kita kerjakan di bulan Ramadhan dalam keseharian kita pasca-Ramadhan.

ALLAH SWT tentunya tidak menjadikan segala peristiwa secara kebetulan.  Dalam setiap peristiwa pasti ada hikmah yang dapat kita ambil. Berlangsungnya Piala Dunia dan Ramadhan pada tahun ini yang beririsan waktunya juga bukanlah suatu kebetulan.  Di sana pasti ada pelajaran yang mendalam yang dapat memberikan manfaat besar bagi pengembangan diri kita kalau kita mau merenunginya. Ramadhan dan Piala Dunia tahun ini boleh usai, tapi semangatnya harus tetap kita bawa dalam kehidupan kita. Sebagaimana Jerman yang mampu mencetak sejarah baru, kita juga seharusnya mampu mencetak sejarah baru setidaknya bagi diri kita sendiri, bahwa dengan perencanaan yang matang, perjuangan tak kenal lelah, dan permainan yang indah dan atraktif, kita mampu memberi warna tersendiri bagi kehidupan kita, sebagaimana juga Ramadhan yang memberikan pelajaran dan pengalaman bagaimana lezatnya bermunajat kepada Allah SWT, bagaimana nikmatnya berbagi kepada sesama dan bagaimana bahagianya dapat memberikan manfaat bagi orang lain.  Semoga kita termasuk orang-orang yang memang dapat membuktikan keimanan kita di hadapan ALLAH SWT, juga termasuk orang-orang yang dapat membentuk kebiasaan-kebiasaan baik sekaligus melanggengkannya, serta termasuk orang-orang yang keluar sebagai pemenang sejati dalam kehidupan ini.


No comments:

Post a Comment